5.5.15

sebuah harapan

suatu siang gue pergi ke mall, mau ke CS salah satu provider telekomunikasi gitu. eh ada tempat cuci steam, akhirnya sekalian lah walaupun katanya ngabisin 3 jam-an.
setelah itu gue duduk-duduk aja di kursi dalem mallnya, nunggu cuci beres.
tapi lama-lama bt juga, udah main 2048 berkali-kali tapi ga tamat-tamat. akhirnya punya ide lah, buat beli benang beserta hakkennya. dulu gue rajin pergi berburu benang buat ngerajut, sebelum akhirnya gue berhenti karna nilai jeblok. tapi kan sekarang nganggur, jadilah gue beli benangnya.

setelah lama gue berada di dunia perajutan-untuk-waktu-senggang-alias-gak-jadi-profesi-apalagi-menghasilkan ini, gue merasa merajut itu seperti kita merokok. ada orang-orang tertentu yang tertarik memulai pembicaraan dari apa yang kita lakukan. dengan orang yang sedang merokok, pickup line yang paling standar banget adalah, "ada korek nggak?"
berhubung ngerajut ga pake api, kecuali kobaran semangat di hati agar cepet jadi rajutannya, biasanya pertama orang akan ngeliatin kita agak lama. penasaran. lalu kalau orang itu cukup waktu untuk ngobrol, biasanya akan dimulai dengan tanya, "mau bikin apa itu?"

nah di mall ini saat gue merajut, gue menemukan pengalaman menarik soal berinteraksi dengan orang. gue masih inget ada yang ngeliatin gue sambil ngobrol sama temennya (tepatnya ngomongin gue *geer dikit*) dengan bilang, "bagusan gitu, anak-anak sekarang kan sibuknya sama gadget terus." ada juga orang tua yang sampe nanya-nanya umur berapa, dia bahkan cerita soal anggota keluarganya dulu yang juga merajut, ada yang tanya berapa harganya kalo dijual, dan sebagainya. tapi yang berkesan sampai sekarang, yang satu ini.
ada bapak muda yang lagi gendong anaknya perempuan umur 2 tahunan. dia awalnya bilang, "mbaknya rajin ya, dari saya tadi ke toilet sampai saya selesai juga mbaknya masih ngerajut aja." --oh ya gue duduknya emang di jalan mau ke toilet gitu.
lalu dia deketin gue sambil gendong anaknya, penasaran sama rajutan yang belum jadi ini. dia nanya gue kuliah kah, semester berapa. gue jawab aja sambil senyum, dan tetap merajut. lalu dia bilang, "mbak ini cerdas. kelihatan dari wajahnya." gue terharu, orang yang belum kenal gue bisa memuji gue begitu hanya dengan tau gue kuliah dimana, jurusan apa, semester berapa.
lalu istrinya dateng, sepertinya dari toilet, jadi mungkin keluarga ini gantian ke toiletnya buat jaga anaknya. lalu bapaknya mohon undur diri. dia bilang,

"saya duluan ya mbak. semoga nanti anak gue bisa cerdas kayak mbak gini." sambil ngarahin anaknya menghadap gue.

wow. waktu itu gue cuma bisa bilang amin dan terima kasih.

gue berharap anak itu bisa lebih baik dari gue. bapak itu kan nggak tau gimana kuliah gue yang nilainya jeblok. tapi dia malah berharap anaknya bisa kayak gue. kadang gue suka rendah diri, nggak ada yang sangat bagus dari diri gue. tapi bapak itu dengan cara yang luar biasa bisa ngingetin gue untuk sekali-kali berhenti, untuk mensyukuri apa yang gue miliki.

such an experience, ada orang yang berharap anaknya bisa kayak gue. sebuah harapan, tapi menyadarkan gue banyak hal.

No comments: